MENDIAGNOSIS DAN
MEREMIDI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
SAEPUL WATAN_16709251057_PM C
Pascasarjana
Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Belajar
dengan hasil yang maksimal merupakan suatu keharusan bagi siswa. Akan tetapi,
tidak semua siswa mendapatkan jalan yang mulus dalam mencapai hasil belajar
yang maksimal. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam belajar,
terutama di dalam belajar matematika. Sehingga guru diharapkan dapat
mendiagnosis dan meremidi kesulitan belajar siswa. Makalah ini akan membahas
tentang bagimana mendiagnosis dan meremidi kesulitan siswa dalam belajar
matematika. Melalui kegiatan diagnosis, gejala-gejala yang menunjukkan adanya
kesulitan dalam belajar dapat diidentifikasi, dapat diketahui faktor-faktor
penyebabnya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
Melalui pengajaran remedial, siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat
diperbaiki atau disembuhkan sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan
sesuai dengan kemampuan.
A. Pendahuluan
Dalam upaya menemukan dan mengatasi
kesulitan belajar matematika siswa, pada hakekatnya pekerjaan guru sama dengan
pekerjaan seorang dokter. Sebelum dokter mengobati pasien, tentunya ia akan
berusaha mencari penyebab sakit yang diderita pasien melalui pemeriksaan secara
intensif. Setelah penyebab sakitnya diketahui, dokter akan memberikan obat yang
tepat untuk penyembuhan pasien. Upaya dokter mencari penyebab sakit yang
diderita pasien melalui pemeriksaan secara intensif inilah yang dimaksud dengan
diagnosis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti
(1) penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya.
(2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum
memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru perlu terlebih
dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan
siswa dalam belajar.
Kegiatan mendiagnosis dan meremedial
kesulitan belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru bersama dengan
siswa serta unsur lain jika memungkinkan. Pemberian bantuan terhadap siswa yang
berkesulitan belajar didasarkan pada hasil diagnosis yang dilakukan dengan
cermat.
Menurut Thorndike dan Hagen yang dikutip
oleh Sugiharto (2003) diagnosis dapat diartikan sebagai berikut: (1) Upaya atau
proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan
melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala gejalanya, (2) Studi
yang seksama terhadap fakta sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau
kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial, (3) Keputusan yang dicapai
setelah dilakukan studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang
suatu hal.
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan
di atas, maka diagnosis dalam pendidikan diperlukan untuk mengetahui kesulitan
siswa. Hasil diagnosis juga bermanfaat sebagai dasar menetukan program
pembelajaran yang selanjutnya. Jika masalah kesulitan belajar telah
teridentifikasi dengan baik maka program pembelajaran dan perbaikan pengayaan
dapat dilakukan lebih efektif.
B.
Mendiagnosis
Kesulitan Belajar Matematika
Pada proses pembelajaran siswa terkadang
sulit untuk berkonsentrasi, sehingga membuat siswa tidak dapat memahami
pelajaran yang berlangsung. Namun ada juga siswa yang dapat menangkap apa yang
dipelajari pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kenyataan inilah yang
sering kita jumpai pada siswa dalam kehidupan sehari–hari dimana kaitannya
dengan aktivitas belajar. Setiap individu tidak ada yang sama, perbedaan
individu inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku di dalam siswa. Dalam
keadaan dimana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya hal itulah yang
disebut dengan kesulitan belajar siswa.
Kesulitan belajar matematika siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berbeda dibawah semestinya.
Sejalan dengan hal tersebut Hakim (Ade
Kumalasari & Rizky Oktora Prihadini Eka Putri, 2013: 2) berpendapat
bahwa kesulitan belajar adalah kondisi yang menimbulkan hambatan dalam proses
belajar seseorang. Hambatan ini menyebabkan orang tersebut mengalami kegagalan
atau setidaknya kurang berhasil dalam mencapai tujuan belajar.
Dalam mempelajari matematika, siswa
cenderung mengalami kesulitan yang menurut Cooney (Abdurrahman, 2003: 278) dikategorikan
dalam tiga jenis yaitu : kesulitan dalam mempelajari konsep; kesulitan dalam
menerapkan prinsip; kesulitan dalam menyelesaikan masalah verbal.
Cooney, Davis, & Henderon (1975:
203-208) memberi petunjuk, bahwa kesulitan siswa dalam belajar matematika agar
difokuskan pada dua jenis pengetahuan matematika yang penting, yaitu pengetahuan
konsep-konsep dan pengetahuan prinsip-prinsip. Dalyono (2010:229) menjelaskan
bahwa kesulitan belajar merupakan suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya.
Menurut Burton (Mulyadi, 2008: 8-9)
seseorang diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan tertentu dalam tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan tersebut
diidentifikasi oleh Burton sebagai berikut:
1. Seseorang
dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai
ukuran tingkat keberhasilan atau penguasaan minimal yang telah ditentukan.
2. Seseorang
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai
prestasi yang semestinya.
3. Seseorang
dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas
perkembangan, termasuk penyesuaian sosial.
4. Seseorang
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat
pembelajaran sebelumnya.
Cooney, Davis, & Henderson
(1975:210) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan
dalam memecahkan masalah matematika. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Faktor
fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis yang dimaksud antara lain lemahnya penglihatan, kurang tajamnya
pendengaran, sulit mengeja, kurang dalam memperhatikan sesuatu, masalah dengan
pita suara, sesak nafas, keterbelakangan mental, dan sebagainya.
2. Faktor
social
Pendidik dan
orang tua siswa sering kali kurang memperhatikan faktor sosial sebagai penyebab
kesulitan siswa. Faktor-faktor sosial yang dimaksud antara lain: kurangnya
motivasi dan penghargaan di lingkungan keluarga, budaya lingkungan yang kurang
menguntungkan seperti begadang, kurangnya pendidikan informal keluarga seperti
jarang berkunjung ke museum, kurangnya buku-buku referensi, dan sebagainya.
3. Faktor
emosional
Faktor-faktor
emosional yang dapat menyebabkan siswa kesulitan dalam pembelajaran matematika
antara lain: takut belajar matematika, putus hubungan dengan teman dekat,
muncul perasaan gagal, tertekan dan sebagainya.
4. Faktor
intelektual
Faktor
intelektual dan motivasi merupakan hal yang menjadi perhatian lebih pendidik
saat siswa mengalami kesulitan matematika. Pendidik sering mendeskripsikan
kesulitan yang dialami siswa sebagai keengganan untuk mencoba memecahkan
masalah matematika. Siswa yang sulit untuk melakukan abstraksi, generalisasi,
deduksi, serta mengingat kembali tentang suatu konsep dan prinsip biasanya
mengalami kesulitan matematika.
5. Faktor
pedagogis
Faktor pedagogis
yang menyebabkan siswa kesulitan memecahkan masalah matematika berkaitan erat
dengan kesiapan siswa dalam belajar matematika. Kesiapan siswa dalam
menggunakan konsep dan prinsip matematika sangat mempengaruhi proses pemecahan
masalah. Kesiapan siswa dalam pembelajaran matematika yang dipengaruhi langsung
oleh pendidik juga merupakan faktor pedagogis yang menyebabkan siswa mengalami
kesulitan memecahkan masalah matematika. Pendidik yang tidak siap menerapkan
suatu konsep atau prinsip matematika, pendidik yang memilih materi terlalu
sulit, pendidik yang kurang dapat memotivasi siswa dalam belajar, pendidik yang
memberikan tes terlalu sulit merupakan sebagian faktor pedagogis yang
menyebabkan siswa sulit dalam memecahkan masalah matematika.
Untuk
mengetahui kesulitan matematika yang dialami oleh siswa perlu dilakukan analisis.
Menurut Cooney, Davis & Henderson (1975: 202-209) langkah-langkah
diagnostik kesulitan belajar, yaitu:
1. Mengidentifikasi
siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Tujuan identifikasi
adalah untuk menemukan siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Siswa tersebut dapat ditemukan dengan cara meneliti hasil ujian semester atau
tes.
- Menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar.
Setelah
ditemukan siswa yang mengalami kesulitan, selanjutnya adalah menentukan jenis
dan sifat kesulitan belajar. Dalam pelajaran matematika, jenis kesulitan yang
kemungkinan dialami oleh siswa adalah berkaitan dengan konsep, prinsip, dan
algoritma untuk setiap pokok bahasan dalam matematika. Dalam tahap ini prosedur
yang dapat digunakan diantaranya adalah memberikan tes diagnostik.
- Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar.
Sebab-sebab
kesulitan siswa mungkin berkaitan dengan harapan yang harus terpenuhi, metode
pembelajaran, atau materi pelajaran. Apabila ketiga hal tersebut bukan
merupakan penyebab kesulitan siswa, maka hal-hal lain perlu ditemukan sebagai
penyebab kesulitan siswa. Hal-hal lain yang dimaksud dapat meliputi faktor
fisik, emosional, kultural, atau lingkungan. Apabila hal-hal tersebut merupakan
penyebab kesulitan siswa, maka siswa diarahkan untuk berkonsultasi dengan
konselor psikologis atau pihak lain yang berkaitan dengan penyebab tersebut.
- Proses pemecahan kesulitan belajar.
Adapun
langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar yaitu memperkirakan
kemungkinan bantuan, kemudian menetapkan kemungkinan cara mengatasi,
selanjutnya melakukan tindak lanjut. Dalam hal ini tindak lanjut adalah
kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) yang paling
cepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar
C. Assesmen
Dan Identifikasi Kesulitan Belajar
Identifikasi dalam hal ini merupakan
proses untuk menemuk dan mengenali individu agar diperoleh informasi tentang
jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan
dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak
berkesulitan belajar. Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi
kesulitan belajar yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun
perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai.
Harwell (2000) mengungkapkan bahwa
sebaiknya assesmen dan identifikasi siswa berkesulitan belajar dilakukan oleh
team yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu :
1. Psikolog
sekolah: memperoleh informasi tentang kondisi keluarga, sosial, dan budaya,
mengukur inteligensi dan perilaku melalui alat ukur yang terstandar, dan
memperoleh gambaran tentang kelebihan dan kekurangan siswa.
2. Guru
kelas dan orang tua: memberi informasi tentang perkembangan anak, keterampilan
yang telah diperoleh anak, motivasinya, rentang perhatiannya, penerimaan
sosial, dan penyesuaian emosional, yang dapat diperoleh dengan mengisi rating
scale tentang perilaku anak.
3. Ahli
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus: melakukan penilaian akademik dengan
menggunakan berbagai tes individual, mengobservasi siswa dalam situasi belajar
dan bermain, melihat hasil pekerjaan siswa, dan mendiskusikan performa siswa
denga guru dan orang tua.
4. Perawat
sekolah : memperoleh data perkembangan kesehatan siswa. Perawat bisa meminta
siswa untuk menunjukkan aktivitas motorik sederhana, melakukan tes pendengaran
dan penglihatan siswa, dan jika ada masalah kesehatan, perawat bisa
mendiskusikannya ke dokter.
5. Administrator
sekolah: memfasilitasi pertemuan dengan pihak terkait dan menyediakan dana. Dan
terkadang juga melibatkan pihak lain seperti guru olahraga, terapis wicara,
terapis okupasi, pekerja sosial, atau dokter anak.
D. Penangan
Kesulitan Belajar
Penangan yang diberikan pada kasus anak
dengan kesulitan belajar tergantung pda hasil pemeriksaan yang komprehensif
dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan kesulitan belajar
meliputi :
1.
Penanganan
dibidang Medis
a. Terapi Obat
Pengobatan yang diberikan adalah sesuai
dengan gangguan fisik atau psikiatrik yang diderita oleh anak, misalnya:
ü Berbagai
kondisi depresi dapat diberikan dengan obat golongan antidepresan
ü GPPH
diberikan obat golongan psikostimulansia, misalnya Ritalin, dll
b. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang sering diberikan adalah
modifikasi perilaku. Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung
jika dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif
tertentu. Di lain pihak, ia akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan
perilaku negative. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini maka
diharapkan anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik
di sekolah maupun di rumah.
c. Psikoterapi Suportif
Dapat diberikan pada anak dan keluarganya.
Tujuannya adalah untuk memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang
ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha untuk
memerangi kesulitan ini.
d. Pendekatan Psikososial
Lainnya
ü Psikoedukasi
orang tua dan guru
ü Pelatihan
keterampilan sosial bagi anak
2. Penanganan di bidang Pendidikan
Dalam hal ini terapi yang paling efektif
adalah terapi remedial, yaitu bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam
mengatasi kesulitan belajar anak. Guru remedial ini akan menyusun suatu metode
pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar,
baik dengan teknik-teknik pembelajaran tertentu (sesuai dengan jenis kesulitan
belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan kesulitan
belajarnya.
E.
Simpulan
Kesulitan
belajar matematika menimbulkan kondisi belajar yang tidak semestinya (tidak
seperti yang diharapkan) pada siswa. Hal ini dipengaruhi oleh faktor yang tidak
tunggal. Tiga jenis kesulitan belajar yang biasa terjadi pada siswa ketika
belajar matematika yaitu kesulitan dalam mempelajari konsep, kesulitan dalam
menerapkan prinsip, dan kesulitan dalam menyelesaikan masalah verbal. Maka guru
diharapkan mampu mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa agar
dapat menentukan bagaimana metode serta penanganan terhadap masalah yang ada.
Daftar Pustaka
Abdurahman,
M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Ade K. & Rizky Oktora, P.E.P. (2013). Kesulitan Belajar Matematika Siswa Ditinjau
Dari Segi Kemampuan Koneksi Matematika. Makalah Dipresentasikan Dalam Seminar Nasional Matematika Dan
Pendidikan Matematika Dengan Tema ”Penguatan Peran Matematika Dan Pendidikan
Matematika Untuk Indonesia Yang Lebih Baik" Pada Tanggal 9 November
2013 Di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
ISBN : 978 – 979 – 16353 – 9 – 4
Cooney, T. J., Davis, E. V., &
Henderson, K. B. (1975). Dynamics Of Teaching Secondary School Mathematics.
Boston: Houghton Miffin.
Dalyono
(2010). Psikologi Pendidikan. Semarang: PT. Rineka Cipta.
Harwell, Joan M.
(2000). Information & Materials For Ld. New York: The Center Of
Applied Research In Education.
Mulyadi (2008). Diagnosis Kesulitan
Belajar Dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Malang : Nuha
Litera.
Sugiharto (2003). Diagnosis Kesulitan
Siswa SMU Dalam Menyelesaikan Soal–Soal Matematika. Tesis, PPS UNY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar