Jumat, 17 Maret 2017

MENDIAGNOSIS DAN MEREMIDI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA



MENDIAGNOSIS DAN MEREMIDI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
                                                                                                                  
SAEPUL WATAN_16709251057_PM C
Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak
Belajar dengan hasil yang maksimal merupakan suatu keharusan bagi siswa. Akan tetapi, tidak semua siswa mendapatkan jalan yang mulus dalam mencapai hasil belajar yang maksimal. Banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam belajar, terutama di dalam belajar matematika. Sehingga guru diharapkan dapat mendiagnosis dan meremidi kesulitan belajar siswa. Makalah ini akan membahas tentang bagimana mendiagnosis dan meremidi kesulitan siswa dalam belajar matematika. Melalui kegiatan diagnosis, gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar dapat diidentifikasi, dapat diketahui faktor-faktor penyebabnya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui pengajaran remedial, siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat diperbaiki atau disembuhkan sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kemampuan.

A.    Pendahuluan
Dalam upaya menemukan dan mengatasi kesulitan belajar matematika siswa, pada hakekatnya pekerjaan guru sama dengan pekerjaan seorang dokter. Sebelum dokter mengobati pasien, tentunya ia akan berusaha mencari penyebab sakit yang diderita pasien melalui pemeriksaan secara intensif. Setelah penyebab sakitnya diketahui, dokter akan memberikan obat yang tepat untuk penyembuhan pasien. Upaya dokter mencari penyebab sakit yang diderita pasien melalui pemeriksaan secara intensif inilah yang dimaksud dengan diagnosis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1) penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru. Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar.
Kegiatan mendiagnosis dan meremedial kesulitan belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru bersama dengan siswa serta unsur lain jika memungkinkan. Pemberian bantuan terhadap siswa yang berkesulitan belajar didasarkan pada hasil diagnosis yang dilakukan dengan cermat.
Menurut Thorndike dan Hagen yang dikutip oleh Sugiharto (2003) diagnosis dapat diartikan sebagai berikut: (1) Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala gejalanya, (2) Studi yang seksama terhadap fakta sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial, (3) Keputusan yang dicapai setelah dilakukan studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, maka diagnosis dalam pendidikan diperlukan untuk mengetahui kesulitan siswa. Hasil diagnosis juga bermanfaat sebagai dasar menetukan program pembelajaran yang selanjutnya. Jika masalah kesulitan belajar telah teridentifikasi dengan baik maka program pembelajaran dan perbaikan pengayaan dapat dilakukan lebih efektif.

B.     Mendiagnosis Kesulitan Belajar Matematika
Pada proses pembelajaran siswa terkadang sulit untuk berkonsentrasi, sehingga membuat siswa tidak dapat memahami pelajaran yang berlangsung. Namun ada juga siswa yang dapat menangkap apa yang dipelajari pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kenyataan inilah yang sering kita jumpai pada siswa dalam kehidupan sehari–hari dimana kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu tidak ada yang sama, perbedaan individu inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku di dalam siswa. Dalam keadaan dimana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya hal itulah yang disebut dengan kesulitan belajar siswa.
Kesulitan    belajar matematika siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berbeda dibawah semestinya. Sejalan dengan hal tersebut Hakim (Ade Kumalasari & Rizky Oktora Prihadini Eka Putri, 2013: 2) berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah kondisi yang menimbulkan hambatan dalam proses belajar seseorang. Hambatan ini menyebabkan orang tersebut mengalami kegagalan atau setidaknya kurang berhasil dalam mencapai tujuan belajar.
Dalam mempelajari matematika, siswa cenderung mengalami kesulitan yang menurut Cooney (Abdurrahman, 2003: 278) dikategorikan dalam tiga jenis yaitu : kesulitan dalam mempelajari konsep; kesulitan dalam menerapkan prinsip; kesulitan dalam menyelesaikan masalah verbal.
Cooney, Davis, & Henderon (1975: 203-208) memberi petunjuk, bahwa kesulitan siswa dalam belajar matematika agar difokuskan pada dua jenis pengetahuan matematika yang penting, yaitu pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prinsip-prinsip. Dalyono (2010:229) menjelaskan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Menurut Burton (Mulyadi, 2008: 8-9) seseorang diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan kegagalan tertentu dalam tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan tersebut diidentifikasi oleh Burton sebagai berikut:
1.      Seseorang dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau penguasaan minimal yang telah ditentukan.
2.      Seseorang dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya.
3.      Seseorang dikatakan gagal jika yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial.
4.      Seseorang dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pembelajaran sebelumnya.
Cooney, Davis, & Henderson (1975:210) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis yang dimaksud antara lain lemahnya penglihatan, kurang tajamnya pendengaran, sulit mengeja, kurang dalam memperhatikan sesuatu, masalah dengan pita suara, sesak nafas, keterbelakangan mental, dan sebagainya.
2.      Faktor social
Pendidik dan orang tua siswa sering kali kurang memperhatikan faktor sosial sebagai penyebab kesulitan siswa. Faktor-faktor sosial yang dimaksud antara lain: kurangnya motivasi dan penghargaan di lingkungan keluarga, budaya lingkungan yang kurang menguntungkan seperti begadang, kurangnya pendidikan informal keluarga seperti jarang berkunjung ke museum, kurangnya buku-buku referensi, dan sebagainya.
3.      Faktor emosional
Faktor-faktor emosional yang dapat menyebabkan siswa kesulitan dalam pembelajaran matematika antara lain: takut belajar matematika, putus hubungan dengan teman dekat, muncul perasaan gagal, tertekan dan sebagainya.
4.      Faktor intelektual
Faktor intelektual dan motivasi merupakan hal yang menjadi perhatian lebih pendidik saat siswa mengalami kesulitan matematika. Pendidik sering mendeskripsikan kesulitan yang dialami siswa sebagai keengganan untuk mencoba memecahkan masalah matematika. Siswa yang sulit untuk melakukan abstraksi, generalisasi, deduksi, serta mengingat kembali tentang suatu konsep dan prinsip biasanya mengalami kesulitan matematika.
5.      Faktor pedagogis
Faktor pedagogis yang menyebabkan siswa kesulitan memecahkan masalah matematika berkaitan erat dengan kesiapan siswa dalam belajar matematika. Kesiapan siswa dalam menggunakan konsep dan prinsip matematika sangat mempengaruhi proses pemecahan masalah. Kesiapan siswa dalam pembelajaran matematika yang dipengaruhi langsung oleh pendidik juga merupakan faktor pedagogis yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika. Pendidik yang tidak siap menerapkan suatu konsep atau prinsip matematika, pendidik yang memilih materi terlalu sulit, pendidik yang kurang dapat memotivasi siswa dalam belajar, pendidik yang memberikan tes terlalu sulit merupakan sebagian faktor pedagogis yang menyebabkan siswa sulit dalam memecahkan masalah matematika.
Untuk mengetahui kesulitan matematika yang dialami oleh siswa perlu dilakukan analisis. Menurut Cooney, Davis & Henderson (1975: 202-209) langkah-langkah diagnostik kesulitan belajar, yaitu:
1.      Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Tujuan identifikasi adalah untuk menemukan siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Siswa tersebut dapat ditemukan dengan cara meneliti hasil ujian semester atau tes.
  1. Menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar.
Setelah ditemukan siswa yang mengalami kesulitan, selanjutnya adalah menentukan jenis dan sifat kesulitan belajar. Dalam pelajaran matematika, jenis kesulitan yang kemungkinan dialami oleh siswa adalah berkaitan dengan konsep, prinsip, dan algoritma untuk setiap pokok bahasan dalam matematika. Dalam tahap ini prosedur yang dapat digunakan diantaranya adalah memberikan tes diagnostik.
  1. Memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar.
Sebab-sebab kesulitan siswa mungkin berkaitan dengan harapan yang harus terpenuhi, metode pembelajaran, atau materi pelajaran. Apabila ketiga hal tersebut bukan merupakan penyebab kesulitan siswa, maka hal-hal lain perlu ditemukan sebagai penyebab kesulitan siswa. Hal-hal lain yang dimaksud dapat meliputi faktor fisik, emosional, kultural, atau lingkungan. Apabila hal-hal tersebut merupakan penyebab kesulitan siswa, maka siswa diarahkan untuk berkonsultasi dengan konselor psikologis atau pihak lain yang berkaitan dengan penyebab tersebut.
  1. Proses pemecahan kesulitan belajar.
Adapun langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar yaitu memperkirakan kemungkinan bantuan, kemudian menetapkan kemungkinan cara mengatasi, selanjutnya melakukan tindak lanjut. Dalam hal ini tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) yang paling cepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar

C.    Assesmen Dan Identifikasi Kesulitan Belajar
Identifikasi dalam hal ini merupakan proses untuk menemuk dan mengenali individu agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar. Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai.
Harwell (2000) mengungkapkan bahwa sebaiknya assesmen dan identifikasi siswa berkesulitan belajar dilakukan oleh team yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu :
1.      Psikolog sekolah: memperoleh informasi tentang kondisi keluarga, sosial, dan budaya, mengukur inteligensi dan perilaku melalui alat ukur yang terstandar, dan memperoleh gambaran tentang kelebihan dan kekurangan siswa.
2.      Guru kelas dan orang tua: memberi informasi tentang perkembangan anak, keterampilan yang telah diperoleh anak, motivasinya, rentang perhatiannya, penerimaan sosial, dan penyesuaian emosional, yang dapat diperoleh dengan mengisi rating scale tentang perilaku anak.
3.      Ahli pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus: melakukan penilaian akademik dengan menggunakan berbagai tes individual, mengobservasi siswa dalam situasi belajar dan bermain, melihat hasil pekerjaan siswa, dan mendiskusikan performa siswa denga guru dan orang tua.
4.      Perawat sekolah : memperoleh data perkembangan kesehatan siswa. Perawat bisa meminta siswa untuk menunjukkan aktivitas motorik sederhana, melakukan tes pendengaran dan penglihatan siswa, dan jika ada masalah kesehatan, perawat bisa mendiskusikannya ke dokter.
5.      Administrator sekolah: memfasilitasi pertemuan dengan pihak terkait dan menyediakan dana. Dan terkadang juga melibatkan pihak lain seperti guru olahraga, terapis wicara, terapis okupasi, pekerja sosial, atau dokter anak.

D.    Penangan Kesulitan Belajar
Penangan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pda hasil pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan kesulitan belajar meliputi :
1.      Penanganan dibidang Medis
a.       Terapi Obat
Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau psikiatrik yang diderita oleh anak, misalnya:
ü  Berbagai kondisi depresi dapat diberikan dengan obat golongan antidepresan
ü  GPPH diberikan obat golongan psikostimulansia, misalnya Ritalin, dll
b.      Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Di lain pihak, ia akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku negative. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini maka diharapkan anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di rumah.
c.       Psikoterapi Suportif
Dapat diberikan pada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah untuk memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha untuk memerangi kesulitan ini.
d.      Pendekatan Psikososial Lainnya
ü  Psikoedukasi orang tua dan guru
ü  Pelatihan keterampilan sosial bagi anak
2.      Penanganan di bidang Pendidikan
Dalam hal ini terapi yang paling efektif adalah terapi remedial, yaitu bimbingan langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar anak. Guru remedial ini akan menyusun suatu metode pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat belajar, baik dengan teknik-teknik pembelajaran tertentu (sesuai dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagi anak dengan kesulitan belajarnya.

E.     Simpulan
Kesulitan belajar matematika menimbulkan kondisi belajar yang tidak semestinya (tidak seperti yang diharapkan) pada siswa. Hal ini dipengaruhi oleh faktor yang tidak tunggal. Tiga jenis kesulitan belajar yang biasa terjadi pada siswa ketika belajar matematika yaitu kesulitan dalam mempelajari konsep, kesulitan dalam menerapkan prinsip, dan kesulitan dalam menyelesaikan masalah verbal. Maka guru diharapkan mampu mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa agar dapat menentukan bagaimana metode serta penanganan terhadap masalah yang ada.


Daftar Pustaka
Abdurahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ade K. & Rizky Oktora, P.E.P. (2013). Kesulitan Belajar Matematika Siswa Ditinjau Dari Segi Kemampuan Koneksi Matematika. Makalah Dipresentasikan Dalam Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika Dengan Tema ”Penguatan Peran Matematika Dan Pendidikan Matematika Untuk Indonesia Yang Lebih Baik" Pada Tanggal 9 November 2013 Di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. ISBN : 978 – 979 – 16353 – 9 – 4
Cooney, T. J., Davis, E. V., & Henderson, K. B. (1975). Dynamics Of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Miffin.
Dalyono (2010). Psikologi Pendidikan. Semarang: PT. Rineka Cipta.
Harwell, Joan M. (2000). Information & Materials For Ld. New York: The Center Of Applied Research In Education.
Mulyadi (2008). Diagnosis Kesulitan Belajar Dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Malang : Nuha Litera.
Sugiharto (2003). Diagnosis Kesulitan Siswa SMU Dalam Menyelesaikan Soal–Soal Matematika. Tesis, PPS UNY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar