Jumat, 17 Maret 2017

Teori Belajar Van hiele



Teori Belajar Van hiele
     Piere Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di Belanda yang telah mengadakan penelitian melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Bersama dengan istrinya, Van Hiele memperlihatkan kesulitan yang dialami siswa mereka ketika mempelajari geometri. Hasil dari penelitian yang dilakukan Van Hiele  menyimpulkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam membantu memahami geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur yang ada dalam pembelajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
Tahapan Pemahaman Geometri Teori Van Hiele
Berikut ini tahapan belajar anak dalam belajar Geometri menurut Van Hiele (Zubaidah Amir, hal 93):
1.      Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap pengenalan ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri dapat mengidentifikasi bentuk secara keseluruhan dan menentukan secara lisan sesuai dengan kenampakannya. Siswa mampu membangun, menggambar dan menyalin bentuk serta menyebutkan bentuk geometri dengan nama standar atau bukan nama standar. Seperti persegi, persegi panjang, jajargenjang, trapesium, segitiga, belah ketupat, layang-layang, kubus, balok dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan pada sejumlah bangun-bangun geometri, maka anak akan menunjukkan bentuk persegi. Pada tahap ini, anak belum mengenal sifat-sifat bangun geometri sehingga guru diharapkan untuk tidak memberikan pertanyaan seperti “apakah pada persegi, kedua diagonalnya sama?”, jika guru tetap memberikan pertanyaan tersebut maka siswa akan menerimanya melalui hafalan bukan pengertian.


2.      Tahap Analisis (Analysis)
Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami sifat-sifat bangun geometri seperti jika diberikan kubus, maka siswa akan menyatakan jika kubus mempunyai 6 sisi dan 12 rusuk. Pada tahap ini siswa belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.      Tahap Pengurutan (Abstraction)
Pada tahap ini siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait dengan antara suatu bangun geometri yang satu dengan yang lainnya. Siswa pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri dan dapat mengikuti langkah pembuktian tetapi belum dapat melakukannya sendiri. Misalnya siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok.  Tahap ini anak sudah mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Pada tahap ini siswa belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
4.      Tahap Deduksi (Deduction)
Matematika dikatakan sebagai ilmu deduktif karena seperti pengambilan kesimpulan dan membuktikan teorema-teorema dilakukan dengan cara deduktif. Pada tahap ini siswa sudah mampu memahami secara deduksi yang artinya siswa mampu mengambil keputusan secara deduktif atau penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Siswa pada tahap ini dapat menggunakan teorema, aksioma dan definisi dalam pembuktian geometri. Sebagai contoh pembuktian deduktif untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang 360 secara deduktif dibuktikan menggunakan prinsip kesejajaran. Sedangkan pada pembuktian induktif siswa harus memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360 belum tuntas dan belum tentu tepat. Pembuktian induksi kurang tepat untuk sebuah pengukuran sehingga pembuktian deduktif lebih tepat digunakan. Pada tahap ini siswa telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Siswa pada tahap ini belum bisa menjawab “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil?”.
5.      Tahap keakuratan (Rigor)
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri. Tahap ini siswa sudah memahami betapa pentingnya  ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Siswa pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Siswa dapat menafsirkan dan menerapkan teorema dan definisi geometri Euclidean dalam non geometri Euclidean. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Tahap kemampuan pemahaman geometri siswa diatas disusun secara berurutan dan hirarkhi, menurut Van Hiele siswa harusnya mengembangkan pemahamannya sebelum ketingkat atau tahapan selanjutnya. Agar siswa anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
Tahapan Van Hiele diatas di teliti kembali oleh Olkun dan Ucar (2006) berdasarkan tahapan perkembangan kognitif siswa Piaget. Hasilnya menyatakan bahwa siswa kelas 1, 2, 3, berada pada tahap visualisasi, siswa kelas 4, 5, 6 berada pada tahap analisis, siswa kelas 7, 8, 9 berada pada tahap pengurutan dan siswa kelas 10, 11, 12 berada pada tahap deduksi pada tahap perkembangan kognitif geometrinya.

Tahapan Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele
Model Van Hiele tidak hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometrik. Menurut Van Hiele (dalam Ismail, 1998), kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan.
Walaupun demikian, teori Van Hiele tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru.
Menurut Van Hiele (Tashana D. Howse and Mark E. Howse, 2015), terdapat 5 (lima) fase pembelajaran yang dapat mendorong kemajuan tingkat berfikir geometrik siswa. Fase pembelajaran geometrik Van Hiele tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
No
Tahap
Deskripsi
1
Informasi
Siswa mengembangkan kosakata dan konsep untuk suatu tugas tertentu. Guru menilai interpretasi/penalaran siswa untuk menentukan bagaimana kegiatan dan tugas belajar selanjutnya.
2
Orientasi langsung
Siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas yang diarahkan guru. Mereka bekerja dengan perkembangan dari tahap sebelumnya untuk memperoleh pemahaman serta koneksi di antara mereka.
3
Penjelasan
Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemahamannya mereka. Guru memimpin diskusi
4
Orientasi gratis
Siswa diberikan tugas-tugas yang lebih kompleks dan menemukan cara-cara mereka sendiri dalam menyelesaikan setiap tugas.
5
Integrasi
Siswa merangkum, mengulas kembali, dan membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.

Lebih lanjut menurut (Zubaidah amir & Risnawati, 2016), berdasarkan teori Van Hiele tersebut menjelaskan untuk meningkatkan tahap berfikir siswa ketahap yang lebih tinggi sebagai berikut.
a.       Fase 1. Informasi
Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan kegiatan tanya-jawab tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari misalnya adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengetahuan awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.
b.      Fase 2: Orientasi Langsung
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
c.       Fase 3: Penjelasan
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
d.      Fase 4: Orientasi Bebas
Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
e.       Fase 5: Integrasi
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Karakteristik Teori Van Hiele
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang dari tingakat yang rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.    Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.
b.    Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut, siswa harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.
c.    Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu.
d.   Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain.
Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M.  1986 (dalam Nur’aeni: 2008), menyatakan bahwa karakteristik teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
1.    Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
2.    Tiap tingkatan memiliki symbol dan bahasa tersendiri
3.    Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
4.    Bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai reduksi tingkatan
5.    Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
6.    Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan berikutnya
7.    Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya
8.    Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial.

Kelebihan Dan Kekurangan Teori Van Hiele
Di dalam sebuah strategi maupun teori tentunya memiliki kelebihan dan kekurangnya, dan dari pemaparan diatas terdapat kelebihan dan kekurangan teori Van Hiele diantaranya adalah:


1.      Kelebihan Teori Van Hiele
Teori Van Hiele ini membantu siswa untuk lebih memahami geometri dengan belajar melalui pengalaman, siswa tidak dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu materi geometri yang akan diajarkan sehingga siswa akan menemukan pengetahuannya sendiri melalui proses belajar yang mereka lakukan, selain itu kecepatan pemahaman dari tahap awal ke tahap selanjutnya lebih tergantung pada isi dan metode pembelajaran yang digunakan guru daripada usia dan kematangan berfikir siswa.
2.       Kekurangan Teori Van Hiele
Pengajaran teori Van Hiele ini harus dilakukan secara bertahap karena jika tidak, kemungkinan siswa untuk dapat memahami geometri dengan baik tidak akan tercapai. Hal ini karena dalam tahapan-tahapan teori Van Hiele ini bekerja secara berkesinambungan atau berkaitan antara satu tahapan dengan tahapan selanjutnya.
Teori ini juga menuntut guru untuk kreatif dalam mengemas pengajaran yang dapat menyesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, serta guru harus mampu menentukan strategi yang tepat dalam pelaksanaannya.

Daftar Pustaka
Amir, Zubaidah & Risnawati. 2016. Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Ismail. 1998. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Universitas Terbuka.
Moeharti. 1993. Pelajaran Geometri yang Pernah Hampir Diabaikan. (Makalah disampaikan pada Konperensi Matematika VII di Surabaya, tanggal 7 – 11 Juni 1993). Surabaya: ITS, IKIP Surabaya, dan Universitas Airlangga.
Nur’aeni, Epon. 2010. Pengembangan Kemampuan komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele.  Jurnal Saung Guru Vol. 1 No.2.
Tashana D. Howse and Mark E. Howse,  2016. “Linking the Van Hiele Theory to Instruction”. Journal National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Vol. 21, No. 5 (December 2014/January 2015) : p.304-313. URL : http://www.jstor.org/stable/10.5951/ teacchilmath.21.5.0304

Tidak ada komentar:

Posting Komentar